Friday, November 12, 2010

Syari`at Berkata tentang Alat Kontrasepsi...

Telah diputuskan ketetapan dari sidang Hai’ah Kibaril `Ulama’ periode ke-8 yang diselenggarakan di kota Riyadh pada bulan Rabi`ul Awwal tahun 1396H seputar hukum mencegah keturunan, membatasi, atau mengatur keturunan. Kesimpulan isinya adalah pengharaman pembatasan keturunan secara mutlak karena bertentangan dengan fitrah manusia normal yang telah diciptakan oleh Allah `Azza wa Jalla. Di samping itu, bertentangan dengan tujuan dasar syariat Islam yang sangat menganjurkan lahirnya keturunan. Juga terkandung di dalamnya upaya melemahkan eksistensi kaum muslimin disebabkan jumlah mereka yang menjadi sedikit. Membatasai keturunan itu juga serupa dengan kebiasaan jahiliyah, sekaligus termasuk bentuk su’uzhzhan (buruk sangka) kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala.



Mencegah kehamilan tidak diperbolehkan dengan cara apapun, apabila dilandasi faktor jatuh miskin. Sebab hal tersebut termasuk berburuk sangka kepada Allah.


Allah `Azza wa Jalla befirman:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rezekinya...” (Q.S.Hud, 11: 6)


Juga disebutkan di dalam Surah Al-Israa’ ayat 31*:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberikan rezki kepadanya dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”


Adapun jika mencegah kehamilan ini karena memang ada darurat, seperti halnya bila sang ibu tersebut tidak bisa melahirkan secara normal, bahkan terpaksa harus melalui operasi untuk mengeluarkan bayinya (sectio cesaria—blogger), maka hukumnya diperbolehkan.


Sedangkan mengonsumsi obat, pil atau semisalnya, untuk menunda kehamilan beberapa waktu demi kemashlahatan sang istri, umpamanya karena fisiknya lemah sehingga membuatnya tak berdaya jika hamil, padahal besar kemungkinan kehamilan terus beruntun bahkan membahayakan dirinya, maka tidak mengapa untuk melakukannya. Langkah untuk menunda hamil beberapa waktu memang harus ditempuh, sampai keadaannya pulih kembali. Atau mencegah kehamilannya secara permanen bila memang bahaya itu benar-benar dapat terwujud. Syariat Islam sendiri datang untuk mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan, serta lebih mendahulukan yang dominan di antara dua kebaikan yang ada, serta mengambil yang paling ringan di antara dua bahaya yang ada bila ada dua hal yang bertentangan.


Komite Tetap Bidang Riset Ilmiah dan Fatwa
(Ketua Umum: `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz; Wakil Ketua `Abdurrazaq `Afifi; Anggota: `Abdullah bin Hasan bin Qu’ud)


Disadur dari Fiqih Pengobatan Islami
dr.`Ali bin Sulaiman Ar-Rumaikhan
*ditambahkan oleh blogger

No comments:

Post a Comment