Saturday, November 20, 2010

Jilbab Syar'i, Syaratnya??

Menutup aurat merupakan salah satu kewajiban seorang muslimah. Hukumnya adalah fardhu 'ain alias wajib bagi tiap pribadi. Namanya saja kewajiban, artinya jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika diabaikan akan diganjar dosa. Sebagaimana shalat yang hukumnya wajib, menutup aurat pun harus diperhatikan pelaksanaannya. Jika seorang muslimah telah sampai pada masa baligh yang ditandai dengan datangnya menstruasi/haid (menarche), maka mulailah kewajiban menutup aurat dengan sempurna ia tunaikan. Tidak menunggu hati berjilbab dulu baru menutup aurat... ^_^


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Q.S.An-Nuur, 24:31)

Juga di surah Al-Ahzab, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu'min, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S.Al-Ahzab, 33:59)

Di surah di atas, Allah 'Azza wa Jalla telah menjelaskan secara gambalang beberapa manfaat dari menutup aurat (berhijab) tersebut. Di antaranya adalah sebagai bentuk taqwa kepada Allah karena dengan menutup aurat berarti seorang muslimah telah menunaikan perintah-Nya, sebagai identitas seorang wanita muslimah yang dengannya ia dikenali, dan sebagai protector (tameng) agar mereka tidak diganggu oleh mata-mata dan tangan-tangan jahil.

Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wasallam memerintahkan agar para wanita pergi ke tempat pelaksanaan shalat 'ied. Para wanita mengatakan: "Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab." Maka beliau menjawab: "Hendaklah saudaranya memakaikan (meminjamkan) jilbabnya kepadanya." (Muttafaq 'alayh)

Demikianlah Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam melisankan titah dari Rabbnya. Masih sangat banyak dalil shahih dari Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang wajibnya menutup aurat dengan jilbba, namun di sini bukan tempat yang tepat untuk membahasnya. Nah sekarang, bagaimanakah jilbab yang digunakan untuk menutup aurat itu?

Perintah mengenakan jilbab ini merupakan salah satu risalah yang datang dari Pencipta kita. Sebagaimana risalah-risalah lainnya, risalah tentang jilbab (hijab) ini juga sudah diturunkan dengan teramat sangat lengkap sebelum Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam kembali ke pangkuan Kekasihnya, Allah 'Azza wa Jalla. Perintah menutup aurat datang bersama penjelasan bagaimana jilbab yang syar'i dan apa saja syaratnya. Berikut syarat-syarat jilbab yang harus dipenuhi.
1.       Harus benar-benar menutup seluruh tubuh. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala:
“…Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka…” (Q.S.Al-Ahzab, 33:59)
Dan yang dimaksud jilbab di sini adalah baju yang lebar yang menutupi seluruh badan (dari kepada hingga kaki). Kata al-idnaa berarti memanjangkan dan memperluas. Sehingga dengan demikian, hijab menurut Islam dapat menutupi seluruh tubuh. Dan perlu diingat, menutup berbeda definisinya dengan membungkus ya…. Menutup artinya bentuk aslinya tidak terlihat lagi, sedangkan membungkus masih bisa menampakkan lekuk-lekuk tubuh.
2.       Kain yang dipergunakan harus tebal dan tidak tipis serta tidak transparan, karena tujuan dari jilbab adalah menutupi seluruh tubuh. Karena itu, jika jilbab tidak menutupi tubuh maka ia tidak disebut jilbab, karena ia tidak menghalangi dan menutupi pandangan.
3.       Jilbab yang dikenakan tidak menjadi hiasan atau dandanan yang memiliki warna mencolok, sehingga menarik perhatian banyak orang. Yang demikian itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala:
“…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka…” (Q.S.An-Nuur, 24:31)
Makna kalimat “yang (biasa) nampak dari mereka” berarti tampak tidak disengaja. Dan jika jilbab itu menjadi hiasan, maka tidak boleh dikenakan dan tidak pula disebut sebagai jilbab, karena jilbab berarti sesuatu yang menghalangi terlihatnya perhiasan bagi laki-laki yang bukan mahram.
4.       Jilbab itu harus lebar dan tidak sempit sehingga tidak memperlihatkan lekukan badan serta tidak juga menggambarkan aurat dan memperlihatkan bagian-bagian yang bisa mengundang fitnah.
5.       Baju yang dikenakan itu tidak boleh diberi parfum yang bisa membangkitkan birahi laki-laki. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam:
Sesungguhnya seorang wanita jika memakai wewangian, lalu berjalan melewati suatu majelis berarti dia begini dan begitu.” Yakni, pezina. (Hadits riwayat para penulis kitab Sunan, dan At-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini hasan shahih).
6.       Pakaian yang dikenakan tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki. Hal ini berdasarkan pada hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR.Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Dan juga hadits:
Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR.Al-Bukhariy)
Dan yang dimaksud di sini adalah laki-laki yang menyerupai wanita dalam pakaian dan penampilan mereka, begitu pula sebaliknya.
Jilbab yang syar'i bukanlah jilbab yang senantiasa mengikuti trend yang diluncurkan oleh desainer-desainer ternama yang tidak paham ilmu mengenai jilbab. Bukan asal menutup aurat dengan kain yang tipis menerawang dan lilitan yang menghimpit di sana-sini. Cukuplah petunjuk dari Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam yang kita ikuti, karena petunjuk beliau adalah sebenar-benar dan sebaik-baik petunjuk.
Demikianlah syarat-syarat jilbab yang syar'i. Semoga kita dapat menyempurnakan hijab, sehingga sempurna pula pahala yang kita dapatkan. Wallahu Ta'ala A'lam.

Rezki Hardiyanti Taufik
Maraji':
Al-Qur'anul Kariem
Hak dan Kewajiban Wanita Muslimah (Mas-uuliyatul Mar-ah al-Muslimah) oleh 'Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah

No comments:

Post a Comment