Saturday, November 13, 2010

Berdusta atas Nama Nabi Shallallahu ‘Alayhi Wasallam

Dusta adalah sifat tercela dan dimurkai, dibenci Allah dan Rasul-Nya dan seorang mu’min tidak mungkin meridhainya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Q.S.Ali ‘Imraan, 3:61)
Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam telah menjelaskan bahwa sifat pendusta akan membawa pelakunya menuju keburukan dan tidak syak jika keburukan akan menjerumuskan pelakunya menuju naar Jahannam –wal ‘iyyaadzu billah-. Beliau Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
Dan sesungguhnya dusta akan membawa menuju kedurhakaan. Dan kedurhakaan akan menjerumuskan ke dalam naar. Sesungguhnya seorang lelaki senantiasa berdusta hingga tertulis di sisi Allah bahwa dia seorang pendusta.” (Muttafaqun ‘alayh)
Jika demikianlah hukuman kedustaan atas orang dan demi orang, maka bagaimana menurut Anda hukuman atas orang yang berdusta atas nama Nabi secara sengaja? Tidak syak bahwa tempat kembalinya adalah jurang dasar naar Jahannam -semoga Allah melindungi kita darinya- karena kedustaan atas nama Nabi bukanlah seperti kedustaan atas nama seseorang dari kalangan manusia biasa, karena beliau tidak berbicara melainkan hawa nafsu namun beliau diajari oleh Rabb-nya melalui wahyu yang disampaikan kepadanya dengan perantaraan Jibril ‘alayhissalam atau apa yang diletakkan di dalam ruhnya. Sehingga setiap ucapan Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam yang berasal dari firman Allah ‘Azza wa Jalla atau hadits-haditsnya adalah wahyu dari Allah, maka kedustaan atas nama beliau mewajibkan pelakunya masuk ke dalam naar. Nabi umat ini Shallallahu ‘alayhi wasallam telah dengan tegas menyatakan hal tersebut, beliau berkata:
Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, hendaklah ia menempati tempatnya di dalam api naar.” (Shahih Ibnu Majah)
Beliau Shallallahu ‘alayhi wasallam juga bersabda:
Janganlah kalian berdusta atas namaku, karena sesungguhnya kedustaan atas namaku akan memasukkan (pelakunya) ke dalam naar.” (Shahih Ibnu Majah)
Setiap orang yang berdusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam terkena ancaman yang keras ini. Demikian pula orang yang mengisyaratkan hal itu atau ridha dengannya ataupun menukilnya (meriwayatkannya).
Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
Hati-hatilah dalam menukil hadits dariku. Barangsiapa yang berucap atas namaku maka hendaklah ia berkata benar atau jujur. Barangsiapa yang membuat ucapan-ucapan dusta atas namaku padahal aku tidak pernah mengatakannya maka hendaklah dia menempati tempatnya di dalam api naar.” (HR.Bukhariy)
Karena itu Anas bin Malik setiap kali selesai menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam dia senantiasa berkata: “Atau seperti yang belia sampaikan (aw kamaa qaal).”Untuk menekankan bahwa apa yang dia ucapkan adalah penukilan dengan makna, adapun lafazhnya bisa jadi berbeda. Hal ini dia lakukan pula karena takut menambahi atau mengurangi apa yang telah diucapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam. Kita berikan ucapan selamat atas mereka karena semangat mereka dalam menukil hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam.
Salah satu semangat para salaf dalam menukil hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam adalah:
‘Abdurrahman bin Abi Laila berkata: Lazid bin Arqam berkata: “Tolong sampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam kepada kami”. Dia berkata: “Kami sudah tua dan pelupa, sedangkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam sangat berat”.
Asy-Sya`bi berkata: Aku duduk (bermajelis) bersama Ibnu ‘Umar selama satu tahun namun aku belum pernah sedikitpun mendengar beliau menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam. Tidaklah hal itu dia lakukan kecuali karena takut terlalu berlebihan atau lengah dalam menukil dari beliau Shallallahu ‘alayhi wasallam. Ini beliau lakukan dalam majelis-majelis biasa bersama orang banyak. Adapun dalam majelis-majelis ilmu, maka wajib menyampaikan dari beliau Shallallahu ‘alayhi wasallam apa yang diketahui para ulama sebagai hadits-hadits beliau. Karena beliau memerintahkan kita untuk itu. Beliau Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
Sampaikanlah apa yang berasal dariku meski hanya satu ayat.” (HR.Bukhariy)
Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, namun mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian keberuntungan yang besar.
Dalam Shahih al-Bukhary dari Ali bin Al-Ja’d, dia berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al-Manshur mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Rib’i bin Harrasy berkata: Aku mendengar ‘Ali berkata: Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
Janganlah kalian berdusta atas namaku. Barangsiapa yang melakukan kedustaan atas namaku silahkan dia masuk ke dalam naar.
Dalam riwayat Muslim:
Barangsiapa yang melakukan kedustaan atas namaku dia masuk ke dalam naar.”
Kedustaan di sini ialah menukil sesuatu yang bertolak belakang dengan yang sebenarnya, baik dilakukan secara sengaja ataupun karena keliru. Seorang yang keliru—meski tidak berdosa berdasarkan ijma—namun terlalu banyak menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam terkadang bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam kesalahan tanpa ia sadari. Maka sekalipun ia tidak berdosa namun dia bisa berdosa karena seringnya melakukan sesuatu, seringnya melakukan sesuatu itu merupakan tempat yang diperkirakan bisa menimbulkan kesalahan. Jika seorang yang tsiqah (terpercaya) meriwayatkan hadits dengan salah kemudian dinukil darinya tanpa diketahui bahwa itu salah, maka hal itu akan diamalkan seterusnya karena keterpercayaan penukilnya, sehingga dia menjadi sebab pengamalan sesuatu yang yang belum pernah ditetapkan syari’at. Barangsiapa yang takut sering terjerumus ke dalam kesalahan, dia tidak akan aman dari dosa jika dia sengaja sering melakukan sesuatu. Karena itulah ketika Zubair ditanya: “Aku belum pernah mendengarmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam seperti halnya fulan dan fulan.” Dia menjawab: “Sungguh aku tidak pernah terpisah dari beliau, namun aku telah mendengar beliau bersabda:
Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka silahkan menempati tempatnya dalam api naar.” (HR.Al-Bukhariy)
Abi Isa (At-Tirmidzi) berkata: Aku pernah menanyai ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Abu Muhammad (Al-Imam Al-Hafizh Ad-Darimi) tentang hadits Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam:
Barangsiapa yang menukil hadits dariku sedang menurutnya hadits itu dusta maka dia adalah salah satu dari dua pendusta.”
Aku (At-Tirmidzi) bertanya: Orang-yang meriwayatkan sebuah hadits sedang ia mengetahui bahwa sanadnya salah, apakah tidak dikhawatirkan dia akan terkena oleh hadits Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam ini? Dia menjawab: Tidak. Makna hadits ini adalah jika seseorang meriwayatkan sebuah hadits sedang dia tidak mengetahui apakah hadits tersebut bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam namun dia tetap meriwayatkannya, aku takut dia termasuk golongan orang yang ada dalam hadits ini.

Yahya bin Musa Az-Zahrani
Dinukil dari buku beliau Hak Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam atas Umatnya

No comments:

Post a Comment