Menuju Akhir Perjuangan

Riuh gemuruh ombak menghempas pesisir

Elok nan ramai berkejaran lalu tergelincir

Zamrud mengkristal di antara kilauan pasir

Kepakan camar beradu dibawa angin semilir

Iringi senja yang menguning di atas air

Galau

Dalam senyap diri terpaku

Diiringi malam yang kian kelabu

Galau menyusup dalam qalbu

Terukir satu kata di sudut itu

Rindu…….

Ada asa yang setia menanti fajar

Dalam dekapan cinta yang berpijar

Namun rasa takut kian berpendar

Mungkinkah mentari itu kan bersinar

Hingga masa berhenti mengejar

Sang Pemilik Rusuk Telah Datang Menjemput

Masa makin senja

Kini dirimu beranjak dewasa

Tiap taqdir dari goresan tinta

Memenuhi titah Rabb tercinta

Tiba saatnya bagimu menyempurnakan separuh agama

Detak jantung berdegup tak menentu

Berpacu dengan hentakan jarum detik yang kian berlalu

Dua lelaki dengan tatapan beradu

Sang pemilik rusuk itu

Dengan cinta datang meminta rusuknya pada ayahmu….

Saudariku, di Sini Kami pun Berjuang.....

Sebuah perjuangan berat itu dimulai, ketika kami memasuki "hutan belantara" bernama clerkship sebagai coass....
Sebuah perjuangan agar tetap istiqamah di atas hidayah
Sebuah perjuangan agar tak goyah diterpa angin cobaan
Kesibukan memang cukup menyita waktu kami....
Kepadatan dinas dan jaga sering membuat kami terpaksa meminta izin dari amanah yg diberikan
Bukan tak mau, bukan tak sudi...
Bukan tak lagi membutuhkan da'wah....

Cahaya itu Bernama....

Seiring senja yang mengakhiri hari
Gulita mulai merangkak dari peraduan
Kisah malam tak pelak harus dilalui
Mengantar diri mengembara dalam keheningan

Jejak langkah mulai diukir
Menuju fajar yang sejak kemarin terangkai dalam mimpi
Dalam sunyi menanti, hanya ada angin yang berdesir
Diiringi gemerisik dedaunan, menambah ironi nyanyian sepi

Pacaran Haram? Kata Siapa?

Sekarang bukan zamannya Siti Nurbaya. Tidak ada lagi yang namanya perjodohan. Sekarang adalah era demokrasi, kebebasan berpendapat dan menentukan jalan hidup masing-masing. Semua orang punya hak asasi, bahkan untuk memilih pasangan hidup. Bagaimana bisa menyerahkan diri sepenuhnya pada orang yang belum pernah dikenal sebelumnya? Bagaimana mungkin membangun rumah tangga tanpa cinta sebagai pondasinya? Impossible.

Karang

Karang mengajarkan akan arti bertahan

Tiap waktu bisa saja hempasan ombak mengikis bongkahnya

Mengukir rongga-rongga kecil yang makin menganga

Namun ia tetap berdiri tegar di pesisir

Tak luluh lantak berserakan begitu saja oleh amukan gelombang

Hujan

Gumpalan kelabu menyelimuti langit senja

Membawa kabar sebentar lagi hujan menyapa

Sinar mentari tersembunyi di balik mega

Tak sempat mengucapkan sampai jumpa

Angin berembus menyampaikan salam dari hujan

Tak lama lagi rinainya berebut jatuh membasahi dahan pepohonan

Mengantar malam yang datang tanpa rembulan

Bintang

Kemilau indahnya dinanti tiap kali mentari pamit pergi

Menghampar luas bak samudera dengan perahu-perahu nelayan di malam hari

Kehadirannya membuat bulan tak lagi merasa sendiri

Layaknya sahabat yang tak jenuh menemani

Kadang ia tak datang sesuai harapan

Menyisakan bulan merajai malam sendirian

Namun perginya tak akan lama, Kawan

Esok dia kan kembali menghias senyum di wajah insan

Bagai Mengendara Sepeda Motor

Hidup bagaikan mengendarai sepeda motor di jalan
Tak boleh asal jalan, karena ada rambu di kiri kanan
Kadang harus berhenti untuk memberi yang lain kesempatan untuk berjalan
Kadang harus menambah kecepatan ketika tak mau ketinggalan
Kadang harus pelan agar tak saling bersenggolan
Kadang harus lincah menyelinap, ketika di depan banyak hambatan
Kadang harus sabar, kala terjebak kemacetan
Kadang harus mengisi bahan bakar, agar tak berhenti i tengah jalan
Untuk meraih akhir perjalanan
Agar tiba dengan selamat di tempat tujuan

Rezki Hardiyanti Taufik
My Room, 18 Januari 2011
*Terinspirasi oleh perjalanan menuju RSUD Labuang Baji pagi ini....