Tuesday, June 28, 2011

Pacaran Haram? Kata Siapa?

Sekarang bukan zamannya Siti Nurbaya. Tidak ada lagi yang namanya perjodohan. Sekarang adalah era demokrasi, kebebasan berpendapat dan menentukan jalan hidup masing-masing. Semua orang punya hak asasi, bahkan untuk memilih pasangan hidup. Bagaimana bisa menyerahkan diri sepenuhnya pada orang yang belum pernah dikenal sebelumnya? Bagaimana mungkin membangun rumah tangga tanpa cinta sebagai pondasinya? Impossible.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah masa di mana penjajakan dilakukan sebelum cinta berlabuh ke dermaga rumah tangga. Sebuah masa yang dimanfaatkan untuk saling mengenal satu sama lain, saling mengerti sifat dan pekerti di antara dua insan yang akan mengikrarkan janji sehidup semati dengan dimulainya lembaran baru melalui pernikahan. Itulah pacaran, tunangan atau apalah namanya. Masa menjalin kasih mencari cinta sejati.

Ya. Kurang lebih seperti itulah pemuda dan pemudi di zaman ini. Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, pencarian teman hidup pun harus mengikuti arus kemajuan zaman. Tidak hanya duduk-duduk di rumah menanti sang pangeran hati meminta izin pada ayah untuk mempersunting sang gadis. Tidak berhenti pada penantian akan jodoh yang digoreskan Tuhan dalam takdir kehidupannya, tetapi harus ada usaha pencarian bernama pacaran. Bukan itu saja. Dengan adanya emansipasi wanita, bukan hanya para lelaki saja yang boleh menentukan dengan siapa mereka akan membina mahligai rumah tangga. Wanita pun bebas memilih. Bahkan menyatakan rasa suka atau cintanya pada kaum adam bukanlah lagi hal yang tabu.

Akan tetapi, keadaan ini terusik dengan datangnya sebuah pernyataan yang sedikit asing dan aneh di telinga anak-anak sekarang. Pacaran itu haram. Haram? Kata siapa? Salahkah jika kita ingin saling mengenal terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius? Berdosakah jika kita ingin menjadikan rumah tangga kita lebih langgeng nantinya? Begitu banyak pasangan yang bercerai karena ketidakcocokan dalam menjalani pernikahan. Untuk menghindarinya, kita memerlukan sedikit waktu untuk saling mengenal lebih dulu. Kalau cocok, tentu saja mudah menjalani kehidupan bersamanya. Kalau tidak, maka pencegahan di awal jauh lebih baik daripada perceraian yang tak seorangpun mengharapkannya.

Jika dipikir dengan logika, tentu saja benar. Kita butuh waktu untuk menerima seseorang untuk memiliki diri kita seutuhnya. Tak mudah membuka pintu hati untuk orang yang baru mengetuknya beberapa hari yang lalu. Semua butuh proses. Tak semudah membalik telapak tangan, yang baru kenal langsung saling mencintai.

Mari kita telusuri dari mana pernyataan itu berasal. Sebagai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sudah sepatutnya kita kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yg shahih untuk mencari jalan keluar dari sebuah permasalahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S.Al-Israa’, 17:32)

Lho, ayat ini kan tidak mengatakan pacaran haram? Iya, benar. Secara langsung ayat ini tidak bilang pacaran haram, tapi, mari analisis masalah ini baik-baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bersabda: “Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243).

Dari hadits ini, ada macam-macam zina dari anggota badan. Memandangi wajah anak orang yang belum jadi hak paten baginya. Mendengarkan pujian, sanjungan, rayuan, de-el-el dari sang pacar yang bikin melayang sampai lupa kalau kakinya ada di bumi. Menyatakan cinta, mengumbar janji, bahkan mengatakan yang bukan sebenarnya alias bo’ong asalkan sang pujaan hati senang. Memegang dan menyentuh sana-sini, pelukan, dsb. Jalan-jalan berdua alias khalwat (yang ketiganya syaithan lho...) ke tempat-tempat yang minimal membuang-buang waktu seperti mall atau bioskop, sampai tempat yang bebas dari segala macam gangguan seperti kamar kost atau lebih elit sedikit kamar hotel. Mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, mau melakukan apa saja ingat dia. Truz, ingat Allah kapan dong?

Wes, keenam macam zina dalam hadits di atas semuanya komplit jadi satu dalam aktivitas yang namanya pacaran di masa sekarang. Jangankan keenamnya, salah satunya saja dilarang. Sedangkan di dalam Q.S.Al-Israa’, 17:32 di atas, mendekati zina dilarang. Apalagi melakukan? So, kata siapa pacaran haram?

Sobat, cukuplah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi tanda bahwa Dia sangat menyayangi kita:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Q.S.An-Nuur, 24:30)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(Q.S.An-Nuur, 24:31)

Saudaraku…. Allah 'Azza wa Jalla, Pencipta kita, sudah menetapkan hukum yang melarang aktivitas pacaran dengan komposis seperti di atas. Kalau pacarannya setelah akad nikah ya lain lagi ceritanya, sah-sah saja. Tidak perlu waktu lama untuk saling mengenal. Ala bisa karena biasa. Nanti cinta juga tumbuh sendiri kalau tiap hari bersamanya. Berpahala lagi....

Cukuplah pengalaman orang-orang di sekitar kita menjadi pelajaran yang berharga. Tidak selamanya pacaran berujung pernikahan. Kebanyakan malah jadi “petualangan” yang mengoper seorang gadis dari satu lelaki ke lelaki yang lain, begitu pun sebaliknya. Tidak sedikit yang terpaksa married gara-gara perut sudah berisi duluan coz tidak tahan api nafsunya ditiup terus sama si syaithan. Wa na’udzubillah min dzaalik…. So, let’s say no to pacaran sebelum menikah. Keep ourselvers for the right man on the right time and place.... ^^

Rezki Hardiyanti Taufik
My Room, 28 Juni 2011

No comments:

Post a Comment