Friday, June 29, 2012

Sekilas Renungan


Mentari bersinar terik di tengah hari yang panas. Lalu lintas padat kendaraan seperti biasanya, tetapi tidak sampai macet. Motorku melaju dengan kecepatan standar. Hipoglikemia menyebabkan otak kurang berkonsentrasi disertai sengatan matahari yang menembus pakaian berlapis. Tangan kanan tetap menarik gas, berharap segera tiba di tujuan. Tiba-tiba sebuah truk yang berada agak jauh di depan berhenti. Tampaknya baru saja mengerem mendadak. Aku dan temanku tersentak. Adrenalin terpacu demi membayangkan motor akan menghantam truk itu. Aku dan temanku memiliki pikiran yang sama: pasti akan menabrak.


Takikardi mulai menyergap, entah apa yang akan terjadi. Ngeri rasanya membayangkan motor yang akan menghantam truk dari belakang dan tubuh kami akan terpelanting, mungkin saja akan disambar kendaraan yang ramai dari belakang. Tangan dan kaki kanan serentak menarik dan menginjak kedua rem depan dan belakang bersamaan. Menurut perhitunganku, tetap saja akan menabrak. Namun, seperti ada keajaiban, motor berhenti tepat sebelum menabrak truk dengan gerakan refleks membelokkannya ke arah kiri. Alhamdulillah, ajal kami bukan di tengah jalan raya itu.

Hikmah adalah barang hilang milik seorang muslim. Di mana saja ia mendapatkannya, maka ia harus mengambilnya. Setiap kejadian ada hikmah dan ibrah yang dapat dipetik. Begitu pula dari kejadian singkat yang nyaris merenggut nyawa hari ini.

Kehidupan kita mengarah ke satu titik. Kematian. Semua akan berjalan ke titik itu. Entah kapan, hanya Allah yang tahu. Kullu nafsin dzaa-iqatul maut… Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Demikian yang difirmankan Rabbul Izzati dalam kitab-Nya, Al-Qur’an, laa rayba fiih…. Tiada keraguan di dalamnya. Ajal bisa datang kapan saja, di mana saja, jika Allah sudah menghendaki. Sebaliknya, jika Allah belum memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawa, kita tidak akan mati. Semua tidak lepas dari kehendak-Nya. Ia yang telah menciptakan sistem saraf yang bisa menangkap stimulus yang kemudian memberikan respon berupa gerakan refleks menarik dan menginjak rem, kemudian membelokkannya ke kiri.

Semua tidak lepas dari kuasa-Nya. Padahal, jika dipikir dengan logika, pasti akan menabrak. Karena perhitungan waktu dan jarak ketika motor direm pun tidak akan cukup untuk menghentikan motor sebelum menghantam bagian belakang truk. Lagi-lagi hal ini memberikan pelajaran, bahwa akal manusia sangat terbatas dibandingkan dengan Dia, yang Maha Mengetahui.

Tidak sedikit di antara kita yang menghindari keluar rumah, berkendaraan, bepergian jauh, dan sebagainya karena khawatir maut akan menjemputnya. Sedangkan tidak ada yang bisa menjamin ajal tidak akan datang jika berdiam diri di rumah. Tengoklah di luar sana, orang-orang yang sedang tertidur lelap di rumahnya esok hari didapati sudah tak bernyawa karena serangan jantung, rumahnya terkena longsor tiba-tiba, atau berbagai sebab lain di mana hanya Allah yang tahu. Maut tidak bisa dihindari. Mati itu pasti. Namun yang tahu kapan hanya Allah. Tugas kita hanyalah berusaha menjadikan akhir kehidupan itu husnul khaatimah sebagai awal kehidupan kekal kita di akhirat kelak. Memperbanyak amal ibadah sebelum datangnya hari pertanggung jawaban di hadapan-Nya.

Hikmah yang lain, ikhtiar untuk senantiasa berhati-hati. Bagaimana jadinya jika saat itu ditakdirkan untuk segera kembali pada-Nya? Sedikit "shock terapi" untuk kembali memutar rekaman dosa-dosa yang pernah dilakukan dan masih sedikitnya bekal yang terkumpul untuk menemui-Nya.

Yaa ayyuhalladziina aamnuttaqullaha haqqa tuqaatih, wa laa tamuutunna illa wa antum muslimuun. Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Allahu a’lam bishshawab.

Rezki Hardiyanti bintu Muhammad Taufik
Makassar, 25 Juni 2012

No comments:

Post a Comment